Tolong Bagikan - Pernah mengalami keluar flek setelah selesai haid? Bagaimana hukumnya? Apakah harus membatalkan puasa jika sedang berpuasa, harus meninggalkan shalat sampai mandi besar, atau bagaimana? Mari simak pembahasan fiqihnya:

1. Madzhab Hanafiyah berpendapat, batas minimal bisa disebut haid adalah 3 hari. Jadi, ketika flek atau darah itu keluar kurang dari 3 kali 24 jam, menurut hanafiyah, bukan darah haid. Sehingga tetap wajib menjalankan aktivitas sebagaimana layaknya sedang suci.
2. Malikiyah sebaliknya, tidak ada batas waktu minimal untuk keluarnya darah haid. Wanita bisa mengalami haid, meskipun darah yang keluar hanya sekali. Sehingga flek, menurut Malikiyah, terhitung sebagai haid.
3. Sementara mayoritas ulama – Syafiiyah dan Hambali – menegaskan bahwa batas minimal haid adalah sehari semalam. Jika darah yang keluar kurang dari 24 jam, tidak terhitung haid. Sehingga flek sekali – dua kali, tidak terhitung sebagai haid.
Sahabat Ummi, dalam hadits dan qur'an
hanya disebutkan hukum-hukum yang berlaku ketika seorang wanita mengalami haid, seperti dilarang berhubungan dengan suami, dilarang shalat dan berpuasa, dan lain sebagainya, akan tetapi batasan haid itu sendiri tidak dijelaskan, misalnya apakah flek cokelat sudah bisa disebut haid? Karena itu, mayoritas ulama mengembalikan batasan haid kepada makna ‘urf atau bahasa Arab.
Secara bahasa, haid berasal dari kata hadha [arab: حاض ] yang artinya mengalir. Jadi, dengan asal kata ini saja sudah jelas bahwa jika hanya berupa flek yang tidak mengalir, itu belum dapat disebut haid sehingga hukumnya tidak sama dengan seorang wanita yang sedang haid.
Selain itu, terdapat riwayat yang disebutkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Apabila seorang wanita setelah suci dari haid, dia melihat seperti air cucian daging, atau flek, atau lebih kurang seperti itu, hendaknya dia cuci dengan air, kemudian wudhu dan boleh shalat tanpa harus mandi. Kecuali jika dia melihat darah kental.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 994). Beliau juga mengatakan dalam kesempatan yang lain,
"Cairan yang keluar setelah suci, baik bentuknya kudrah (cairan keruh), atau sufrah (cairan kuning), atau flek atau keputihan, semua ini bukan termasuk haid. Sehingga tidak menghalangi seseorang untuk shalat atau puasa, tidak pula hubungan badan dengan suaminya, karena ini bukan haid." (60 Sual fi Al-Haid).
Artinya, ketika Sahabat Ummi mengalami flek setelah haid, bisa tetap melanjutkan berpuasa dan shalat sebagaimana biasa, tentunya setelah mengganti pakaian dalam atau membersihkan noda tersebut dengan air. Wallahualam.
Baca Juga : Muslimah WAJIB BACA : Ternyata Tidak Semua Mukenah Bisa Dapat Dipakai Shalat, Cek Mukenah Anda !

1. Madzhab Hanafiyah berpendapat, batas minimal bisa disebut haid adalah 3 hari. Jadi, ketika flek atau darah itu keluar kurang dari 3 kali 24 jam, menurut hanafiyah, bukan darah haid. Sehingga tetap wajib menjalankan aktivitas sebagaimana layaknya sedang suci.
2. Malikiyah sebaliknya, tidak ada batas waktu minimal untuk keluarnya darah haid. Wanita bisa mengalami haid, meskipun darah yang keluar hanya sekali. Sehingga flek, menurut Malikiyah, terhitung sebagai haid.
3. Sementara mayoritas ulama – Syafiiyah dan Hambali – menegaskan bahwa batas minimal haid adalah sehari semalam. Jika darah yang keluar kurang dari 24 jam, tidak terhitung haid. Sehingga flek sekali – dua kali, tidak terhitung sebagai haid.
Sahabat Ummi, dalam hadits dan qur'an
hanya disebutkan hukum-hukum yang berlaku ketika seorang wanita mengalami haid, seperti dilarang berhubungan dengan suami, dilarang shalat dan berpuasa, dan lain sebagainya, akan tetapi batasan haid itu sendiri tidak dijelaskan, misalnya apakah flek cokelat sudah bisa disebut haid? Karena itu, mayoritas ulama mengembalikan batasan haid kepada makna ‘urf atau bahasa Arab.
Secara bahasa, haid berasal dari kata hadha [arab: حاض ] yang artinya mengalir. Jadi, dengan asal kata ini saja sudah jelas bahwa jika hanya berupa flek yang tidak mengalir, itu belum dapat disebut haid sehingga hukumnya tidak sama dengan seorang wanita yang sedang haid.
Selain itu, terdapat riwayat yang disebutkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Apabila seorang wanita setelah suci dari haid, dia melihat seperti air cucian daging, atau flek, atau lebih kurang seperti itu, hendaknya dia cuci dengan air, kemudian wudhu dan boleh shalat tanpa harus mandi. Kecuali jika dia melihat darah kental.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 994). Beliau juga mengatakan dalam kesempatan yang lain,
"Cairan yang keluar setelah suci, baik bentuknya kudrah (cairan keruh), atau sufrah (cairan kuning), atau flek atau keputihan, semua ini bukan termasuk haid. Sehingga tidak menghalangi seseorang untuk shalat atau puasa, tidak pula hubungan badan dengan suaminya, karena ini bukan haid." (60 Sual fi Al-Haid).
Artinya, ketika Sahabat Ummi mengalami flek setelah haid, bisa tetap melanjutkan berpuasa dan shalat sebagaimana biasa, tentunya setelah mengganti pakaian dalam atau membersihkan noda tersebut dengan air. Wallahualam.
Baca Juga : Muslimah WAJIB BACA : Ternyata Tidak Semua Mukenah Bisa Dapat Dipakai Shalat, Cek Mukenah Anda !